6.10.11

Menjadi Orang Tua Yang Lebih Baik

Khususnya sebagai orangtua, kita juga dapat menyusun resolusi tahun baru yang positif. Yakni, menjadi orangtua yang lebih baik, khususnya bagi anak-anak titipan Tuhan, di tahun 2011 ini. Apa sajakah kiranya resolusi yang dapat diambil orangtua? Berikut adalah beberapa resolusi yang dapat menjadi komitmen Anda dan saya.

1. Lebih banyak menyediakan waktu bagi anak-anak
Mari berkomitmen dan mengusahakan untuk selalu memiliki waktu untuk bersama anak, setiap hari. Bahkan untuk bermain bersamanya, tak hanya “mencarikan mainan” atau “menemaninya” bermain di arena permainan di mal atau pusat hiburan. Sungguh-sungguh ada dan memberi perhatian bagi anak-anak. Charles Francis Adams, seorang diplomat dan tokoh politik abad 19, biasa menulis buku harian. Suatu hari ia menulis demikian: “Pergi memancing dengan anak laki-lakiku—satu hari terbuang begitu saja.” Putranya, Brook Adams, juga biasa menulis buku harian, yang masih ada hingga sekarang. Pada tanggal yang sama, Brook Adams menulis demikian: "Pergi memancing dengan ayahku—sungguh hari yang paling indah di hidupku!” Ketika pergi memancing dengan anaknya, sang ayah merasa bahwa ia sedang membuang-buang waktunya. Padahal, si anak justru merasa bahwa itulah saat paling berharga baginya.
2. Lebih banyak menepati janji, bukan sekadar mengumbar janji
Orang dewasa cenderung mudah berjanji, tetapi bisa mudah juga melupakannya—tidak menepatinya. Anak-anak dianggap sebagai pribadi yang tidak mengingat-ingat janji. Padahal kenyataannya tidak demikian. Anak-anak justru sangat memperhatikan sebuah janji yang diberikan orangtuanya dan menanti-nanti janji itu ditepati. Itu sebabnya lebih baik orangtua tidak berjanji bila belum tentu bisa menepati.  Akan tetapi sekali berjanji, misalnya akan mengajak berenang apabila ulangan umum selesai, maka janji itu harus dibayar. Bukankah janji adalah utang?
3. Lebih banyak mendengar daripada buru-buru menghakimi atau bertengkar
Kerap terjadi, ketika masalah muncul, maka orangtua menjadi suara yang paling dominan untuk bicara. Mencoba menyelesaikan masalah anak, walau kadang belum tentu tahu apa yang sebenarnya terjadi. Padahal, penghakiman yang tidak benar, justru bisa melukai hati.  Maka, ada baiknya kita mencoba menahan diri, dan mendengar dulu apa yang dikatakan anak-anak. Ini justru melatih anak untuk berani berkata benar, dan berani bersikap benar ketika masalah terjadi.
4. Lebih banyak melihat kelebihan, daripada kekurangan anak
Merasakan adanya duri di tengah rumpun mawar memang terasa lebih mudah daripada melihat si mawar cantik di tengah rumpun itu. Melihat kelemahan dan keburukan anak sering juga terasa lebih mudah daripada melihat dan mensyukuri kelebihan anak-anak kita. Ubahlah kacamata ”negatif” kita dengan kacamata ”positif” yang menolong kita untuk lebih banyak menghargai anak kita karena kelebihan-kelebihannya—yang ketika semakin kita hargai, maka kelebihan itu semakin berkembang. Daripada menyoroti kelemahannya terus, hingga kelebihannya pun malah ikut terkikis hilang.
5. Lebih banyak memberi teladan, daripada menuntut
Anak-anak serupa dengan semen basah. Apa saja yang ”jatuh” di atasnya, akan meninggalkan kesan yang ”tercetak” di sana. Apa saja yang dilihat dan didengarnya setiap hari dari perbuatan dan perkataan kita sebagai orangtua, itulah yang akan ”mencetak” kepribadian dan cara hidupnya. Taruhkan banyak kesan positif di hidupnya. Kondisi seperti apa yang Anda ingin ada dalam hidup anak Anda, itulah yang harus Anda hidupi dan tularkan kepadanya.  Kita tak dapat menuntut sebuah tanaman ”berbuah baik”, bila kita tak menabur dulu ”benih yang baik” itu.
6. Lebih banyak minta maaf dan memaafkan
Banyak konflik tak terhindari dalam keluarga. Bahkan termasuk dengan anak-anak. Akan tetapi, konflik sebesar apa pun sesungguhnya akan terselesaikan bila ada satu pihak yang mulai mengalah dan meminta maaf. Bila pun anak-anak yang salah, kerendahan hati orangtua untuk meminta maaf lebih dulu, akan menolong anak untuk melihat masalah dengan lebih jernih. Masalah pun lebih cepat selesai. Apalagi kalau anak kemudian menyadari kesalahannya, biarlah orangtua cepat untuk memaafkan sehingga anak pun mengerti bahwa orangtuanya sungguh mengasihinya.
7. Lebih banyak memercayai, daripada menyangsikan
Ketika anak-anak kita minta belajar bertanggung jawab, maka ia perlu latihan untuk bisa melakukannya. Jika kita memintanya belajar membawa gelas kaca, mungkin kita perlu merelakan satu-dua gelas pecah sebelum ia bisa melakukannya dengan baik. Jangan terus menyangsikan apakah anak bisa melakukan sesuatu, sehingga kita terus melakukan tugas itu untuknya. Maka, ia takkan pernah bisa melakukannya. Ini bukan saja tentang membawa gelas.  Namun tentang mengambil keputusan, tentang kemandirian, tentang pengambilan tanggung jawab.
8. Lebih banyak menemukan talenta anak, daripada memaksakan keinginan orangtua
Jadilah orangtua yang lebih baik dengan lebih banyak melihat talenta dan karunia khusus yang dititipkan Tuhan dalam diri anak-anak kita. Lalu membantu dan mendukungnya mengembangkan talenta tersebut secara maksimal. Bahkan bila bakat dan kemampuannya sama sekali tidak sama dengan apa yang kita miliki, tidak sama dengan yang kita inginkan. Bila dulu kita bercita-cita ingin jadi penari balet, tetapi anak perempuan kita cenderung ”tomboy”, maka memaksanya menari balet hanya memancing masalah. Bahkan membuat kita tak dapat melihat kelebihannya di bidang lain.
9. Lebih banyak mematikan TV, agar dapat berbicara dari hati ke hati
Televisi kerap kali mencuri waktu kita bersama keluarga. Banyaknya stasiun TV dan program menarik yang ada di TV membuat banyak keluarga—sadar atau tak sadar—terus menerus menyalakan TV di rumah. Bahkan, banyak keluarga telah menjadikan TV sebagai ”pengasuh anak”, yang sanggup membuat anak tenang selama berjam-jam. Padahal, segala sesuatu yang hanya ”ditonton” sama sekali tak membuat otak anak menjadi aktif, justru sebaliknya, menjadi pasif. Cobalah untuk mematikan TV, dan lihatlah bahwa tiba-tiba saja kita memiliki waktu untuk saling mendengar dan saling berkomunikasi. Lihatlah bahwa anak-anak dapat melakukan lebih banyak hal lain yang lebih berguna dan mengaktifkan otaknya bekerja. Misalnya saja, membaca buku.
10. Lebih banyak memeluk dan menunjukkan kasih kepada anak-anak
Sebuah penelitian menunjukkan, bahwa anak-anak yang sering disentuh, dibelai, dan dipeluk orangtuanya, akan tumbuh sehat. Mereka cenderung merasa nyaman dan lebih percaya diri. Bahkan, janin yang masih di kandungan pun sangat menyukai sentuhan kasih orangtuanya. Ia cenderung mengalami pertumbuhan yang bagus. Dan kelak, tumbuh menjadi seorang penyayang. Maka, daripada lebih banyak menuding anak dan mematikan kepribadiannya, mari lebih banyak memeluk dan memberi kehangatan kasih bagi anak-anak kita. Rasakan bahwa mereka adalah karunia tak ternilai dari Yesus, yang mempercayai kita untuk mengasihi mereka.
11. Lebih banyak mendampingi anak untuk bertumbuh secara rohani
Yang terakhir, tetapi justru yang terpenting, Tuhan memercayai kita menjadi orangtua agar kita mendampingi anak untuk mengenal, mempercayai, dan mengasihi Yesus. Maka, mari berkomitmen untuk mengajarinya berdoa. Mengajarinya membaca Alkitab. Membimbingnya menaati firman Allah. Menuntunnya untuk mengerti karya Kristus bagi hidupnya. Mengajarnya untuk mengandalkan Tuhan sebagai Pribadi yang selalu dekat di hatinya. Mengajarinya berkata, bertindak, berpikir, sebagaimana Yesus inginkan. Tentu hal-hal ini meminta waktu, energi, dan pikiran kita. Namun, inilah peran terbesar yang dapat kita berikan sebagai orangtua. Bahwa urusan kita sebagai orangtua tak berakhir di dunia yang fana ini saja, tetapi perlu dipertanggungjawabkan hingga di kekekalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog