John C. Maxwell, mengatakan bahwa “Sesungguhnya medan peperangan terbesar ada di pikiran manusia”. Pikiran itu sangat kuat dan dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dengan pikiran kita. Ada pepatah yang mengatakan: ”Menabur dalam pikiran akan menuai tindakan”. Menabur dalam tindakan akan menuai kebiasaan; menabur kebiasaan akan menuai karakter dan menabur karakter akan menuai tujuan hidup.
Pikiran kita itu seperti tanah, tidak pernah memilih dan mempedulikan jenis benih apa yang hendak kita tanam. Jika kita menabur benih jagung, tanah akan meresponsnya, lalu menumbuhkannya. Begitu juga bila kita menabur benih padi atau mungkin lalang, rumput liar dan juga tanaman-tanaman pengganggu sekali pun, tanah tetap saja akan merespons benih itu dan menumbuhkannya juga.
Apa pun yang kita tanamkan dalam pikiran, entah itu hal-hal yang baik atau pun negatif, pikiran kita akan segera menerima, merespons dan menumbuhkannya. Tidak peduli hal itu akan berdampak positif atau negatif terhadap kehidupan kita membawa kepada keberhasilan atau sebaliknya menuju kehancuran. Sadar atau tidak, seringkali kita memperkatakan hal-hal buruk tentang diri kita sendiri misalnya, “hidupku penuh masalah, aku tidak akan berhasil, sakitku tidak akan sembuh, keluargaku hancur berantakan, aku bodoh, aku tidak punya apa-apa (miskin), masa depanku suram” dan sebagainya. Hal-hal negatif yang kita ucapkan itu akan direspons oleh pikiran kita dalam bentuk sikap dan tindakan, yang pada saatnya akan menghasilkan sesuatu yang sama persis seperti yang kita ucapkan. Namun bila yang kita tanam hal-hal positif: semangat atau rasa percaya diri, pikiran kita juga akan merespons hal itu ke dalam sikap dan tindakan kita sehingga hidup kita akan menjadi seperti yang kita harapkan. Oleh karenanya firman Tuhan mengingatkan, “…semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Filipi 4:8).
Pikiran kita itu seperti tanah, tidak pernah memilih dan mempedulikan jenis benih apa yang hendak kita tanam. Jika kita menabur benih jagung, tanah akan meresponsnya, lalu menumbuhkannya. Begitu juga bila kita menabur benih padi atau mungkin lalang, rumput liar dan juga tanaman-tanaman pengganggu sekali pun, tanah tetap saja akan merespons benih itu dan menumbuhkannya juga.
Apa pun yang kita tanamkan dalam pikiran, entah itu hal-hal yang baik atau pun negatif, pikiran kita akan segera menerima, merespons dan menumbuhkannya. Tidak peduli hal itu akan berdampak positif atau negatif terhadap kehidupan kita membawa kepada keberhasilan atau sebaliknya menuju kehancuran. Sadar atau tidak, seringkali kita memperkatakan hal-hal buruk tentang diri kita sendiri misalnya, “hidupku penuh masalah, aku tidak akan berhasil, sakitku tidak akan sembuh, keluargaku hancur berantakan, aku bodoh, aku tidak punya apa-apa (miskin), masa depanku suram” dan sebagainya. Hal-hal negatif yang kita ucapkan itu akan direspons oleh pikiran kita dalam bentuk sikap dan tindakan, yang pada saatnya akan menghasilkan sesuatu yang sama persis seperti yang kita ucapkan. Namun bila yang kita tanam hal-hal positif: semangat atau rasa percaya diri, pikiran kita juga akan merespons hal itu ke dalam sikap dan tindakan kita sehingga hidup kita akan menjadi seperti yang kita harapkan. Oleh karenanya firman Tuhan mengingatkan, “…semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Filipi 4:8).
Healing Quote :
Biasanya kita berharap agar hari yang kita jalani adalah hari yang menyenangkan dan bermakna bagi diri kita, juga bagi orang lain. Di tempat kerja, juga di tengah-tengah keluarga. Kenyataannya tidak selalu demikian, kita justru sering mengalami dan menghadapi situasi yang kurang menyenangkan. Kita menjadi kesal, jengkel, dan marah. Kekesalan, kejengkelan dan kemarahan itu dapat dilihat dari perkataan dan perilaku kita. Dalam situasi seperti ini, biasanya kita tidak dapat bekerja dengan tenang. Kita tidak bisa mengambil keputusan tepat tetapi justru kesalahan demi kesalahan bisa saja terjadi. Suasana hati yang tidak menentu ini kemudian terbawa ke rumah dan sedikit saja kesalahan yang terjadi di rumah akan membuat kita meledak dengan kata-kata yang menyakiti hati orang lain, mungkin menyakiti hati istri, menyakiti hati suami, menyakiti hati anak, atau mungkin menyakiti hati orang tua kita yang terkena dampak kekesalan, kejengkelan dan kemarahan kita. Mengapa hal-hal seperti ini bisa terjadi? Apa akar persoalannya? Jawabannya sederhana bahwa kita harus mulai dari pikiran. Mengapa harus mulai dari pikiran? karena perkataan dan perilaku yang baik dan benar dimulai dari pikiran yang baik dan benar.
Benih yang kita tanam dalam pikiran menentukan hasil akhir kehidupan kita!
Benih yang kita tanam dalam pikiran menentukan hasil akhir kehidupan kita!
”Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya.” Matius 13:24
Sumber : hmministry.com